SaungMaman - Kecanduan Media Sosial Bisa Menyebabkan Depresi
Dua tahun lalu, sebuah penelitian mengungkap bahwa penggunaan media sosial (medsos) di internet selama lebih dari dua jam menunjukan adanya tanda depresi.
Penelitian tersebut juga telah dilakukan ke subjek kalangan remaja berumur 13-17 tahun yang sering menggunakan smartphone-nya untuk 'berinteraksi' di jejaring sosial.
Mengutip informasi yang dilansir The Independent, penelitian ini dilakukan oleh tim peneliti asal Kanada, International Association of Cyber Psychology, Training & Rehabilitation (iACToR) dengan melakukan rangkaian observasi ke 750 subjek yang merupakan remaja dari berbagai institusi pendidikan di wilayah Ontario.
Penelitian yang juga dipublikasikan lewat jurnal Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking ini mengungkapkan, bahwa penggunaan medsos yang terlampau berlebihan rupanya mampu menunjukkan indikasi bahwa si pemilik jejaring sosial memiliki masalah gangguan mental dan memicu timbulnya depresi.
"Kapasitas penggunaan jejaring sosial harusnya dibatasi seperlunya saja. Karena jika digunakan terus menerus dalam jangka waktu lama hingga berjam-jam, hal tersebut akan menciptakan rasa candu bagi para pengakses" ungkap tim peneliti.
Menurut mereka, hal tersebut bisa mengubah cara pandang penggunaan jejaring sosial termasuk ke hal primer di dalam kehidupan pengguna. Bahayanya, penggunaan jejaring sosial secara berlebihan dapat berdampak negatif pada penggunanya.
Observasi yang telah dilakukan oleh tim peneliti menyimpulkan bahwa sebagian besar dari 750 subjek kaum remaja tersebut memang kerap kali tidak memiliki kegiatan apa-apa khususnya di malam hari. Oleh karena itu, mereka lalu mengakses jejaring sosial sebagai 'teman' agar bisa mengisi rasa kesepian mereka.
"Hal tersebut mengindikasikan bahwa mereka mengalami tanda-tanda terkena depresi, jika ini terus dilakukan, mereka bisa saja melakukan hal-hal yang lebih ekstrem seperti tindakan bunuh diri atau cyber bullying" tukasnya.
Mereka menambahkan, seharusnya ketika kesepian menerpa, kaum remaja bisa melakukan kegiatan-kegiatan positif yang lebih mengarahkan mereka ke perkembangan fisik dan mental yang lebih sehat, seperti berolahraga, main drama, membaca buku, mendengarkan musik dan masih banyak lagi lainnya.
Sudah selayaknya fungsi dari penggunaan jejaring sosial ini dibatasi. Selagi masih ada waktu dan sebelum semuanya terlambat. Peran orang tua dalam mengawasi anak-anak mereka agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan harus lebih ditingkatkan.
Dua tahun lalu, sebuah penelitian mengungkap bahwa penggunaan media sosial (medsos) di internet selama lebih dari dua jam menunjukan adanya tanda depresi.
Penelitian tersebut juga telah dilakukan ke subjek kalangan remaja berumur 13-17 tahun yang sering menggunakan smartphone-nya untuk 'berinteraksi' di jejaring sosial.
Mengutip informasi yang dilansir The Independent, penelitian ini dilakukan oleh tim peneliti asal Kanada, International Association of Cyber Psychology, Training & Rehabilitation (iACToR) dengan melakukan rangkaian observasi ke 750 subjek yang merupakan remaja dari berbagai institusi pendidikan di wilayah Ontario.
Kecanduan Media Sosial Bisa Menyebabkan Depresi |
Penelitian yang juga dipublikasikan lewat jurnal Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking ini mengungkapkan, bahwa penggunaan medsos yang terlampau berlebihan rupanya mampu menunjukkan indikasi bahwa si pemilik jejaring sosial memiliki masalah gangguan mental dan memicu timbulnya depresi.
"Kapasitas penggunaan jejaring sosial harusnya dibatasi seperlunya saja. Karena jika digunakan terus menerus dalam jangka waktu lama hingga berjam-jam, hal tersebut akan menciptakan rasa candu bagi para pengakses" ungkap tim peneliti.
Menurut mereka, hal tersebut bisa mengubah cara pandang penggunaan jejaring sosial termasuk ke hal primer di dalam kehidupan pengguna. Bahayanya, penggunaan jejaring sosial secara berlebihan dapat berdampak negatif pada penggunanya.
Baca juga: Mengkhawatirkan! Sebagian Besar Remaja Menghabiskan Waktu di Media Sosial"Jejaring sosial selayaknya berfungsi sebagai alat komunikasi dan tempat mencari informasi jika memang dibutuhkan. Namun hal tersebut bisa saja berubah fungsi 360 derajat menjadi sebuah 'pengisi dahaga' penggunanya ketika sedang dilanda kesepian" tambahnya.
Observasi yang telah dilakukan oleh tim peneliti menyimpulkan bahwa sebagian besar dari 750 subjek kaum remaja tersebut memang kerap kali tidak memiliki kegiatan apa-apa khususnya di malam hari. Oleh karena itu, mereka lalu mengakses jejaring sosial sebagai 'teman' agar bisa mengisi rasa kesepian mereka.
"Hal tersebut mengindikasikan bahwa mereka mengalami tanda-tanda terkena depresi, jika ini terus dilakukan, mereka bisa saja melakukan hal-hal yang lebih ekstrem seperti tindakan bunuh diri atau cyber bullying" tukasnya.
Mereka menambahkan, seharusnya ketika kesepian menerpa, kaum remaja bisa melakukan kegiatan-kegiatan positif yang lebih mengarahkan mereka ke perkembangan fisik dan mental yang lebih sehat, seperti berolahraga, main drama, membaca buku, mendengarkan musik dan masih banyak lagi lainnya.
Sudah selayaknya fungsi dari penggunaan jejaring sosial ini dibatasi. Selagi masih ada waktu dan sebelum semuanya terlambat. Peran orang tua dalam mengawasi anak-anak mereka agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan harus lebih ditingkatkan.