Saungmaman.com - Mudikku Nostalgiaku
Mudik lebaran tahun ini jadi ajang nostalgia buatku. Setelah 2 tahun berlebaran selalu di Jakarta, tahun ini saya memutuskan untuk berlebaran di kampung halaman. Ya, walaupun keluarga tidak bisa ikut karena alasan tertentu, saya tetap berangkat seorang diri dengan menumpang Kereta Api Comuterline.
Berangkat dari stasiun Tebet sekitar pukul 07.30, perjalanan menggunakan kereta api terbilang cukup lancar dan nyaman, tidak berdesak-desakan seperti dulu.
Ada beberapa catatan yang ingin saya sampaikan kepada pihak terkait, berkenaan dengan penanganan arus mudik kali ini. Menurut saya masih banyak hal yang perlu dibenahi dalam menangani urusan infrastruktur jalan demi kelancaran perjalanan para pemudik.
Untuk urusan tiketing sudah sangat baik, karena pihak stasiun 🚉 sudah menyediakan loket cukup banyak baik yang konvensional maupun berupa mesin.
Itu yang pertama, kemudian catatan yang kedua adalah mengenai jalur mudik dari arah Bogor menuju Jasinga yang masih jauh dari kata lancar. Kemacetan parah terjadi sepanjang jalan, sehingga membuat perjalanan menjadi sangat lama dan melelahkan.
Jalur alternatif yang disediakan lewat Bantar Kambing juga tidak dapat membantu, kemacetan parah juga terjadi karena selain jalur yang sangat sempit, juga banyaknya warga setempat yang memanfaatkan kemacetan untuk mengais rejeki dengan meminta sumbangan, dengan dalih mengatur kelancaran arus lalulintas.
Sopir angkutan umum yang saya tumpangi mengungkapkan, dalam sekali perjalanan bisa menghabiskan hingga Rp 10.000 hanya untuk memberi tips bagi para 'pengatur lalu lintas' dadakan tersebut.
Tapi terlepas dari semua ketidaknyamanan saat mudik tersebut, saya cukup berbahagia karena bisa berkumpul bersama keluarga, berziarah ke makam orang tua dan bisa bernostalgia mengenang masa lalu saat masih di kampung.
Banyak sekali perubahan yang terjadi di tanah kelahiran setelah sekian lama ditinggalkan. Rumah-rumah baru bemunculan, juga objek wisata baru, yang membuat saya seperti asing di kampung sendiri, hihi...
Yang membuat saya terharu yaitu lokasi perkebunan yang dulu pernah jadi ladang saya mencari nafkah, kini berubah menjadi objek wisata dadakan dimana banyak para pemudik yang memanfaatkannya untuk beristirahat. Para pedagang kaki lima berderet rapi di sepanjang jalur Bogor-Jasinga di area perkebunan sawit yang teduh dan nyaman.
Sayangnya saya tidak sempat mengabadikannya karena hape lowbat. Saya hanya sempat berfoto dengan background perkebunan kelapa sawit, dimana di tempat ini dulu saya pernah bekerja sebagai tenaga harian lepas sebelum merantau ke Jakarta.
Ya, tempat ini menyimpan begitu banyak kenangan manis, dimana masa kecil saya banyak saya habiskan disini. Setiap kali pulang kampung, saya selalu menyempatkan diri untuk mampir kesini, sekedar bernostalgia, melepas kerinduan , mengenang masa kecil.
Tanpa terasa, air mata menetes bila mengingat masa-masa indah dulu. Bagaimanapun, kenangan adalah bagian dari masa lalu yang tak mungkin bisa dilupakan. I Love Kampung Halaman!
Mudik lebaran tahun ini jadi ajang nostalgia buatku. Setelah 2 tahun berlebaran selalu di Jakarta, tahun ini saya memutuskan untuk berlebaran di kampung halaman. Ya, walaupun keluarga tidak bisa ikut karena alasan tertentu, saya tetap berangkat seorang diri dengan menumpang Kereta Api Comuterline.
Berangkat dari stasiun Tebet sekitar pukul 07.30, perjalanan menggunakan kereta api terbilang cukup lancar dan nyaman, tidak berdesak-desakan seperti dulu.
Ada beberapa catatan yang ingin saya sampaikan kepada pihak terkait, berkenaan dengan penanganan arus mudik kali ini. Menurut saya masih banyak hal yang perlu dibenahi dalam menangani urusan infrastruktur jalan demi kelancaran perjalanan para pemudik.
Baca juga: Lebaran Penuh Kesan Bisa Bertemu Artis PujaanCatatan saya yang pertama adalah, saat tiba di stasiun Bogor, kepadatan sangat tampak di saat penumpang yang hendak turun dan naik bertumpuk di jalur yang sama. Ini yang saya sesalkan, seharusnya ada pengaturan agar antara penumpang yang mau naik dan turun tidak 'bertabrakan' yang cukup membahayakan karena banyak dari para penumpang yang sampai melompat ke jalur lintasan kereta, karena tidak sabar mengantri.
Untuk urusan tiketing sudah sangat baik, karena pihak stasiun 🚉 sudah menyediakan loket cukup banyak baik yang konvensional maupun berupa mesin.
Itu yang pertama, kemudian catatan yang kedua adalah mengenai jalur mudik dari arah Bogor menuju Jasinga yang masih jauh dari kata lancar. Kemacetan parah terjadi sepanjang jalan, sehingga membuat perjalanan menjadi sangat lama dan melelahkan.
Jalur alternatif yang disediakan lewat Bantar Kambing juga tidak dapat membantu, kemacetan parah juga terjadi karena selain jalur yang sangat sempit, juga banyaknya warga setempat yang memanfaatkan kemacetan untuk mengais rejeki dengan meminta sumbangan, dengan dalih mengatur kelancaran arus lalulintas.
Sopir angkutan umum yang saya tumpangi mengungkapkan, dalam sekali perjalanan bisa menghabiskan hingga Rp 10.000 hanya untuk memberi tips bagi para 'pengatur lalu lintas' dadakan tersebut.
Tapi terlepas dari semua ketidaknyamanan saat mudik tersebut, saya cukup berbahagia karena bisa berkumpul bersama keluarga, berziarah ke makam orang tua dan bisa bernostalgia mengenang masa lalu saat masih di kampung.
Banyak sekali perubahan yang terjadi di tanah kelahiran setelah sekian lama ditinggalkan. Rumah-rumah baru bemunculan, juga objek wisata baru, yang membuat saya seperti asing di kampung sendiri, hihi...
Yang membuat saya terharu yaitu lokasi perkebunan yang dulu pernah jadi ladang saya mencari nafkah, kini berubah menjadi objek wisata dadakan dimana banyak para pemudik yang memanfaatkannya untuk beristirahat. Para pedagang kaki lima berderet rapi di sepanjang jalur Bogor-Jasinga di area perkebunan sawit yang teduh dan nyaman.
Sayangnya saya tidak sempat mengabadikannya karena hape lowbat. Saya hanya sempat berfoto dengan background perkebunan kelapa sawit, dimana di tempat ini dulu saya pernah bekerja sebagai tenaga harian lepas sebelum merantau ke Jakarta.
Ya, tempat ini menyimpan begitu banyak kenangan manis, dimana masa kecil saya banyak saya habiskan disini. Setiap kali pulang kampung, saya selalu menyempatkan diri untuk mampir kesini, sekedar bernostalgia, melepas kerinduan , mengenang masa kecil.
Tanpa terasa, air mata menetes bila mengingat masa-masa indah dulu. Bagaimanapun, kenangan adalah bagian dari masa lalu yang tak mungkin bisa dilupakan. I Love Kampung Halaman!